banner 728x250

Perda ‘KTR’ Dibakar Rokok

banner 468x60

METRO,mediamatalensa — Peraturan Daerah atau yang disingkat Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat dan disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama dengan kepala daerah. Baik di level Gubernur, Bupati/Walikota.

Dasar hukum pembentukan Perda termaktub pada Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (dengan perubahan terakhir UU No. 15 Tahun 2019), dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi, serta memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

banner 325x300

Perda pada umumnya memiliki fungsi-fungsi penting dalam mengatur berbagai aspek kehidupan di suatu daerah, termasuk kebijakan fiskal, perencanaan pembangunan dan ketertiban umum. Dengan artian. Perda juga berfungsi sebagai dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi daerah, memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dalam hal penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah, termasuk pelayanan publik juga pengelolaan sumber daya.

Maka, produk hukum daerah, seyogianya
harus ditaati oleh semua pihak, baik pemerintah daerah setempat, aparat penegak hukum, maupun masyarakat. Oleh karena itu, ketaatan terhadap produk hukum daerah sangat krusial untuk menjaga ketertiban, kepastian hukum, dan efektivitas pelaksanaan kebijakan di tingkat lokal.

Dengan adanya Perda yang jelas dan benar-benar ditegakkan, potensi korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat daerah setempat dapat diminimalkan. Sehingga mereka tahu antara hak dan kewajiban, serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Tidak boleh, berarti tidak ada upaya untuk mengabaikan atau melanggar Perda tersebut.

Namun terkadang fakta di lapangan, pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) kerap kali dilakukan oleh individu, badan hukum, atau bahkan aparatur pemerintah daerah itu sendiri.

Seperti contoh Peraturan Walikota Metro nomor 38 Tahun 2014, tentang tata laksana Perda Kota Metro, nomor 04 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 13 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 04 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Perda ini mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok, yang artinya KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok, atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk rokok.

Tertulis jelas dalam Perda KTR, pada bab IV bagian satu di pasal 7, Kawasan tanpa rokok ini meliputi, tempat sarana kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat kegiatan anak-anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, TEMPAT SARANA OLAHRAGA.

Pun ada pengecualian dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok bukan berarti bisa semaunya. Atau melakukan kegiatan menjual, menawarkan, mengiklankan dan mempromosikan produk rokok yang dibalut dengan sebuah konser musik.

Membaca peraturan daerah kota metro tentang KTR diatas, dalam pasal per pasal sudah dijelaskan, dan juga setiap ketentuan-ketentuan yang termuat ada dalam peraturan tersebut. Namun demikian, aturan-aturan tersebut seolah-olah bisa dijinakkan. Mengapa.?

Adanya Telaahan yang dikeluarkan oleh Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Kota Metro, yang ditujukan ke Walikota dan Wakil Walikota Metro melalui Sekretaris Daerah, nomor 400.4.1/88/D.16/01/2025. dalam hal optimalisasi pendapatan asli daerah, tentang pemanfaatan sarana olahraga (lapangan sepakbola) stadion Tejosari 24, Metro Timur. Yang seolah menghalalkan kegiatan konser musik yang disponsori rokok bisa dilakukan disana.

Jika berbicara diktum dalam Perda terkait. Bahwa dalam rangka mengoptimalkan aktivitas kepariwisataan, perlu memberikan ruang partisipasi yang lebih luas bagi perusahaan yang memproduksi rokok dan/atau mengimpor produk rokok untuk mensponsori suatu kegiatan dan/atau sebagai bentuk tanggung jawab sosial dalam pembangunan kepariwisataan kota metro.

Jika benar Pemkot Metro serius membenahi kepariwisataan di kota ini dengan dalih untuk menggenjot PAD. Bukankah di Metro ada kawasan pariwisata di capit urang yang terletak di metro Utara. Bahkan ratusan juta rupiah lebih telah digelontorkan Pemkot Metro melalui Disporapar untuk membangun bangunan penunjang disana. Pertanyaannya apakah sudah dioptimalkan.? Jika belum, kenapa pilihannya ke stadion Tejosari yang notabenenya itu jelas-jelas sarana olahraga.

Padahal beberapa waktu lalu, Pemkot kota metro melalui Disporapar telah menggulirkan usulan yang katanya strategis, yaitu akan merevitalisasi stadion Tejosari menjadi metro sport cantre. Kenapa tidak revitalisasi untuk acara konser musik.

Dalam hal ini, terkait pembinaan dan pengawasan perda diatas, tampuk tertingginya adalah walikota. Namun jika memang diperbolehkan, perlu pengkajian ulang atau bila perlu dihapuskan perdanya.

Dan bagi aparat yang berwenang yang tidak mengawasi kawasan tanpa rokok sebagaimana tercantum dalam Perda, pada pasal 7 ayat 2 dapat dikenakan sanksi administrasi kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pertanyaannya siapa yang berwenang dalam penegakan perda ini. Mengingatkan, Tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah menegakkan peraturan daerah salah satunya.

Dengan demikian, “produk hukum daerah jangan dikangkangi” hal ini bukan hanya sekadar slogan, tetapi merupakan prinsip dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Tabik.

Penulis: Ali Imron muslim
Pimpinan umum media online siwonews.co.id
Ketua SMSI Kota Metro

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *