BANDAR LAMPUNG,mediamatalensa — Kasus dugaan penggelapan satu unit rumah yang menyeret nama Ketua DPRD Kota Metro, RH, oleh mantan suaminya, SA, terus bergulir. Menanggapi pernyataan dari pihak kuasa hukum RH yang telah beredar di sejumlah media, kini giliran kuasa hukum SA, Fajar Arifin, S.H., angkat bicara dan memberikan klarifikasinya.
Dalam penjelasannya, Fajar mengutip Undang-Undang Perkawinan yang menyebutkan bahwa harta yang diperoleh selama masa pernikahan merupakan harta bersama. Hal tersebut diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974.
“Ada dua cara untuk menyelesaikan pembagian harta bersama atau gono-gini, yaitu melalui kesepakatan kekeluargaan atau diputus oleh pengadilan,” jelas Fajar.
“Meskipun belum dibagi, semua harta yang diperoleh selama pernikahan secara hukum tetap menjadi milik bersama. Artinya, tidak boleh ada pihak yang menjualnya tanpa persetujuan dari pihak lain,” tegasnya.
Fajar mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, RH diduga telah menjual satu unit rumah yang berada di Jalan Kimaja, Bandar Lampung, tanpa sepengetahuan atau persetujuan SA, mantan suaminya.
“Karena itu, laporan pidana ini kami ajukan. Sifatnya sudah sangat mendesak. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin harta bersama lainnya akan berpindah tangan ke pihak lain,” lanjutnya.
Fajar juga menanggapi isu adanya surat perjanjian yang diklaim telah ditandatangani oleh RH dan SA. Dalam surat itu, disebutkan terdapat 10 poin kesepakatan, salah satunya menyatakan bahwa SA tidak berhak menuntut harta bersama.
“Klien kami menegaskan tidak pernah menandatangani surat perjanjian tersebut. Artinya, ada dugaan tanda tangan Syamsul telah dipalsukan,” ungkap Fajar.
Ia menambahkan, jika terbukti demikian, maka hal tersebut mengarah pada dugaan tindak pidana pemalsuan surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
Fajar lalu mengutip isi pasal tersebut, yang menyebut bahwa pemalsuan surat yang digunakan untuk memperoleh hak atau keuntungan pribadi bisa dikenai hukuman pidana penjara hingga enam tahun.
“Kita akan uji keabsahan tanda tangan dalam surat perjanjian itu. Jika terbukti palsu, kami tidak menutup kemungkinan akan membuat laporan baru ke pihak kepolisian terkait dugaan pelanggaran Pasal 263 KUHP ini,” tutup Fajar.(Rilis/dw1)
















