banner 728x250

Ketua Senat Mahasiswa Harpani Soroti Fenomena Sengketa Harta Gono-Gini yang Sedang Ramai Diperbincangkan

banner 468x60

METRO,mediamatalensa — Beberapa hari terakhir, publik dihebohkan dengan maraknya pemberitaan di media cetak maupun media sosial terkait dugaan perebutan harta gono-gini. Kasus tersebut bahkan telah memasuki proses hukum, dengan pihak yang saling melapor satu sama lain.

Di tengah ramainya isu tersebut, pewarta media ini menemui Ketua Senat Mahasiswa di salah satu kampus berbasis pondok pesantren di Kota Metro. Meski Harpani, sang ketua senat, saat itu sudah bersiap pulang, pewarta tetap berkesempatan menyambangi kediamannya di Jl. Salam 71, Komplek Kampus, untuk menggali pandangannya terkait isu yang tengah hangat tersebut.

banner 325x300

Dengan senyum khas dan gaya santainya, Bang Pani—sapaan akrab Harpani—langsung menyapa, “Gimana, apa kabar berita hari ini di kota kita?”

Menurutnya, pemberitaan seperti ini memang menarik, tapi harus tetap disikapi dengan adil dan mengedepankan prinsip praduga tak bersalah.

“Bagi para pencari keadilan, kita tetap harus melihat ke persoalan kewajiban, hak, dan jangan hanya bermain pada asumsi dan kata orang. Termasuk juga kamu sebagai pewarta harus objektif, ya,” ujar Pani.

Dalam bincang-bincang santai tersebut, Pani juga menyampaikan pendapat pribadinya berdasarkan kajian sederhana. Menurutnya, harta yang diperoleh selama masa perkawinan termasuk dalam kategori harta gono-gini, yang dapat dibuktikan melalui tahun sertifikat.

Sedangkan harta yang diperoleh sebelum perkawinan atau berupa harta pusaka, menurutnya, seringkali sulit dibuktikan secara pasti karena biasanya usaha atau prosesnya masih berlanjut hingga saat ini atau bahkan setelah perceraian.

Lebih lanjut, Pani menegaskan bahwa penjualan harta bersama secara sepihak merupakan tindakan melawan hukum. Dalam perkawinan, istri tetap memerlukan izin suami untuk melakukan perbuatan hukum. Dan setelah bercerai, tindakan atas harta bersama harus dilakukan berdasarkan musyawarah. Hal ini dapat dikaitkan dengan Pasal 372 KUHP terkait penggelapan.

Menanggapi tren pemberitaan yang melibatkan laporan mantan suami terhadap mantan istri, ia menganggap hal itu biasa terjadi. Bahkan, terkadang bisa sebaliknya. Yang penting, menurutnya, kedua belah pihak memiliki pendamping hukum, dan argumen harus dibuktikan dengan data.

“Jangan sampai kita terlalu larut pada opini publik atau pernyataan sepihak. Bahkan penasihat hukum pun bisa terkecoh. Jangan sampai seperti kasus Sambo, pengacaranya kena prank,” sindirnya.

Dalam kasus yang kini sedang viral dan disorot media sosial, misalnya terkait dugaan pemalsuan tanda tangan (Pasal 263 KUHP), menurut Pani, itu adalah perbuatan hukum yang berbeda dan berdiri sendiri.

“Perkara pemalsuan dokumen itu ranahnya pidana, terpisah dari perkara penggelapan (Pasal 372 KUHP), atau soal pembagian harta bersama (97 KHI, Pasal 35/37 UUP),” jelasnya.

Ia menambahkan, sengketa harta gono-gini merupakan kewenangan Pengadilan Agama (PA). Namun jika sudah masuk ke ranah pidana atau delik hukum, maka menjadi kewenangan Pengadilan Negeri (PN).

“Catat ya, jangan sampai tertipu dengan istilah ‘perbuatan melawan hukum’ dalam konteks perdata. Kalau sudah masuk unsur pidana, itu bukan kewenangan PA,” tegasnya.

Menutup perbincangan, Pani menyampaikan harapannya agar semua pihak yang sedang berperkara bisa mempersiapkan diri, baik secara mental maupun spiritual.

“Semoga yang sedang menjalani proses hukum, baik pelapor maupun terlapor, diberi kekuatan dan bisa menjalani ini dengan kepala dingin. Bagi kita yang sedang belajar, ini bisa jadi pembelajaran untuk memahami hukum lebih luas,” tutupnya.(Dw1)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *